Seperti yang sudah diketahui, bahwa NATO dan Amerika Serikat telah mengeluarkan Rusia dari Sistem Pembayaran Internasional SWIFT (Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication)
Amerika Serikat juga memblokir 5 Bank terbesar Rusia dan membekukan semua Aset yang mereka miliki di Amerika saat ini dengan nilai lebih dari $1 Triliun.
Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson juga dikabarkan melakukan Sanksi yang serupa, Inggris telah membekukan Aset di semua Bank besar Rusia, serta memotongnya dari Pasar Keuangan Inggris.
Tindakan ini adalah bagian dari serangkaian Sanksi yang telah disetujui oleh para Pemimpin Amerika Serikat dan G7 untuk menahan Gerakan lebih lanjut dari Presiden Rusia, Vladimir Putin yang telah memerintahkan Pasukannya ke Ukraina.
“Ini berarti akan ada Bencana di Pasar Mata Uang Rusia. Saya pikir mereka akan berhenti berdagang dan kemudian Nilai Tukar akan diperbaiki pada tingkat buatan seperti di masa Soviet,” ujar Mantan Wakil Ketua Bank Sentral Rusia, Sergei Aleksashenko.
Selain itu, keputusan ini juga akan memberikan kejutan kepada Perusahaan Rusia dan Pelanggan Asing mereka, khususnya Pembeli Ekspor Minyak dan Gas Alam.
Walaupun didirikan di Eropa, Amerika Serikat memiliki Kendali ketat terhadap Sistem itu, yang bisa digunakan untuk memberikan Sanksi kepada Negara-Negara yang dianggap musuh.
Seperti misalnya Iran yang menolak menghentikan Program Nuklirnya, maka tidak bisa menggunakan SWIFT. ini menghambat negara lain untuk berinvestasi di negara itu. yang akibatnya ekonomi Iran lumpuh sejak saat itu.
Maka, dengan langkah AS mengeluarkan Rusia dari sistem SWIFT, ini bisa jadi akan menimbulkan pukulan balik yang tidak terduga.
Tindakan terhadap Iran menunjukkan kepada Rusia dan Tiongkok bahwa Washington dan Wall Street secara terpusat mengontrol Sistem Pembayaran Internasional, dan mereka dapat mengirim Ekonomi suatu Negara kembali ke Sistem Barter.
Ketika Tiongkok merintis Gerakan de-dolarisasi, Rusia juga menyusul langkah itu. pada tahun 2021 lalu, bank Sentral Rusia menjual cadangan dolar AS setara 583 miliar US Dollar.
Dilansir dari Bloomberg, Rusia kini memegang lebih banyak Emas dibandingkan Dolar, dan Euro sebagai mata uang yang paling banyak dipegang.
Perusahaan milik Negara di Rusia telah menghapus Dolar dari semua transaksi, dan semua Aset Dolar telah dihapus dari Dana Kekayaan Negara Rusia.
Selain pemimpin Tiongkok dan Rusia yang telah membuat keputusan untuk menyikapi kendali terpusat dari Sistem Keuangan Global AS, gerakan seperti ini juga sekarang mulai terlihat di negara-negara lain, seperti Brazil, India, dan Afrika Selatan.
Sanksi terhadap Rusia yang tidak bisa lagi menggunakan sistem SWIFT ini akan mendorong Rusia untuk mencari Alternatif Sistem lain yang tidak dikontrol oleh Negara lain.
Sorotan saat ini mengarah pada Bitcoin.
Rusia merupakan pengekspor Minyak dan Gas paling signifikan di Eropa, dengan mengecualikannya akan memberi konsekuensi yang besar bagi banyak Negara.
Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengakui opsi itu cukup sensitif, karena dapat menjadi Bumerang, terutama untuk Negara-Negara Eropa yang menerima 41% gas alam dari Rusia.
Stacy Herbert, Rekan pemandu acara Max Keizer di Russian Today, memiliki pandangan bahwa Bitcoin bisa menjadi salah satu masalah terpenting dalam kebuntuan Rusia vs NATO-AS.
“Sanksi itu pasti akan diatasi dengan Bitcoin,” ujarnya Stacy Herbert .
Belum lagi mengingat Rusia adalah Negara Penambang Bitcoin terbesar ketiga di Dunia, berdasarkan Catatan terakhir Bloomberg, Rusia memiliki Aset Kripto senilai lebih dari US$214 Milyar atau sekitar 12% dari total nilai Aset Kripto Global.
HARGA BITCOIN SAAT INI :
Tertarik untuk memiliki Bitcoin ? Anda bisa membelinya di Binance, Tokocrypto, dan Indodax, 3 Bursa Kripto yang saat ini paling banyak digunakan oleh Investor / Trader di Indonesia.
Bursa Kripto lainnya silahkan lihat DISINI