Dikemukakan oleh Antoine Van Agtmael dari International Finance Corporation pada tahun 1981-1982, istilah yang digunakan untuk menjelaskan keadaan ekonomi suatu negara yang sedang berkembang.
Saat ini, ada 5 negara emerging market yang dikenal luas sebagai negara besar, mereka disebut sebagai BRICS : Brasil, Rusia, India, China, dan South Africa (Afrika Selatan).
Afrika Selatan baru masuk dalam kategori ini sejak tahun 2011
Kelima negara BRICS pernah mengalami pertumbuhan GDP secara pesat, dan sampai saat ini masih memiliki tingkat GDP besar dalam hal Purchasing Power Parity (PPP), meski terkadang masih dibayangi oleh ketidakpastian politik dan masalah hutang.
Selain data GDP, parameter lain untuk mengukur kesehatan ekonomi suatu negara juga bisa dilihat dari nilai tukar mata uang domestik.
Dalam konteks emerging market ini, nilai uang domestik ditentukan melalui perbandingan dengan mata uang utama, antara lain adalah dolar AS (USD), Euro (EUR), Japan Yen (JPY), dan Poundsterling (GBP).
Brazilian Real (BRL)
Jika dibandingkan dengan emerging market currencies lainnya, BRL menempati posisi terakhir setelah Yuan China, Rubel Rusia, dan Rupee India biasanya BRL ditradingkan berpasangan dengan Euro (EUR/BRL) atau dolar AS (USD/BRL)
Brazil masuk dalam kategori emerging market karena disokong oleh sektor ekspor yang kuat ke negara-negara mitra dagangnya, seperti China, Amerika Serikat, serta Argentina, sementara komoditas ekspor utama Brazil adalah bijih besi, kedelai, kopi, dan mobil.
Russian Ruble (RUB)
Biasanya Rubel diperdagangkan berpasangan dengan Euro atau dolar AS, Rubel Rusia ini mata uang yang paling berfluktuatif di dunia, sehingga bagi trader bernyali, mata uang ini bisa memberikan return yang besar jika bisa ditradingkan dengan tepat.
Sejak runtuhnya Uni Soviet pada 1991 silam, ekonomi Rusia telah banyak mengalami metamorfosis, terutama setelah sektor ekspor Rusia mulai menggeliat.
Dikenal sebagai negara pengekspor minyak bumi dan gas alam ke Uni Eropa, China, dan Jepang, Rusia berhasil mencatatkan rekor GDP pada 2018.
Selain karena GDP, nilai tukar Rubel Rusia juga banyak dipengaruhi oleh isu harga minyak mentah, serta dampak sanksi ekonomi yang diberikan oleh AS dan Uni Eropa, jika 2 faktor tersebut mulai muncul, maka nilai tukar RUB akan bergerak secara dramatis, kondisi ini dibuktikan setelah aksi jual global WTI Crude Oil berjangka 2015 silam mampu mendepresiasi RUB sebanyak 42% terhadap USD selama 4 bulan.
Indian Rupee (INR)
Rupee India hanya diperdagangkan terhadap dolar AS (USD/INR), pemerintah India menerapkan kebijakan managed floating policy, yaitu kebijakan bank sentral untuk melakukan intervensi terhadap mata uang domestik guna mempertahankan nilai tukar mata uang tersebut.
Nilai GDP India pada pertengahan 2019 mencapai $11.468 triliun, sektor penyedia layanan dan jasa menyumbang 45%, sementara ketenagakerjaan di sektor jasa menyumbang 31%.
Perekonomian India juga disokong oleh sektor pertanian dan ekspor minyak bumi ke beberapa mitra dagangnya, seperti Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, Hong Kong, serta Arab Saudi.
Chinese Yuan (CNY)
Menempati posisi pertama di antara mata uang emerging market, dalam pasar forex, Yuan kerap dipasangkan dengan dolar AS.
Meski tergolong sebagai emerging market, China memiliki angka tenaga kerja terbesar serta menjadi eksportir mesin terbesar kedua di dunia. sehingga tidak mengherankan jika GDP China berhasil menempati peringkat pertama per-2018.
Namun, China hingga kini tengah terlibat dalam perang dagang dengan AS sejak pertengahan maret 2018 lalu, polemik perang dagang antar keduanya pun seolah menjadi katalis dadakan yang penting bagi pergerakan harga mata uangnya di pasar.
China sempat disinyalir membiarkan nilai tukar Yuan anjlok ke level terendah dalam satu dekade terakhir, saat itu Yuan merosot hingga 1.2% ke level 7.0275 terhadap dolar AS, hanya beberapa saat setelah People's Bank of China (PBoC) memangkas referensi nilai tukarnya ke bawah 6.9 untuk pertama kali sejak desember lalu.
Semoga Bermanfaat :)