Munyusul aksi dedolarisasi yang saat ini tengah memanas, khususnya di antara para anggota BRICS (Rusia, Brasil, India, Tiongkok dan Afrika Selatan), kini dilaporkan bahwa pemerintah Irak secara resmi telah mengeluarkan larangan untuk menggunakan Dolar AS dalam melakukan transaksi.
Larangan ini dikeluarkan oleh Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) Irak, yang berlaku untuk penggunaan dalam transaksi pribadi maupun bisnis, dibuat untuk meningkatkan adopsi fiat mereka (Dinar Irak), dan juga sebagai langkah dedolarisasi.
Selain itu, larangan ini juga ditujukan untuk mengurangi selisih antar nilai tukar resmi yang ditawarkan oleh pemerintah, dan nilai tukar yang ditawarkan di pasar gelap untuk Dinar Irak, yang menyebabkan kenaikan harga.
“Dinar adalah mata uang nasional di Irak, komitmen Anda untuk bertransaksi di dalamnya alih-alih mata uang asing meningkatkan kedaulatan dan ekonomi negara” ujar pihak Kemendagri Irak.
Bagi siapa pun yang menggunakan mata uang selain Dinar Irak dalam transaksi mereka, maka akan dikenakan hukuman oleh undang-undang dan dimintai pertanggungjawaban atas upaya merusak Dinar Irak dan ekonomi.
Agar peratutan baru ini dapat ditegakkan dengan baik, Direktorat Kejahatan Anti-Organisasi Kemendagri Irak telah meminta para pedagang untuk menandatangani janji bahwa mereka hanya akan melakukan bisnis menggunakan mata uang lokal.
Bagi pedagang yang melanggar, akan dikenai denda sebesar satu juta dinar Irak, sekitar 10 juta dalam Rupiah, dan jika pelanggaran dilakukan secara berulang, maka hukuman akan lebih besar dan memungkinkan pelanggar untuk dipenjarakan.
“Jika pelanggar mengulanginya, dia akan menghadapi hukuman penjara hingga 1 tahun ditambah denda keuangan satu juta dinar Irak, dalam kasus pelanggaran ketiga, hukuman itu akan berlipat ganda dan izin usaha akan kami balik” ujar Pengarah Direktorat, Jenderal Hussein Al Tamimi.